Bahkan menegur pun kita memerlukan
keahlian. Kenapa? Karena tidak semua orang memahami bahwa teguran adalah
bagian dari kasih sayang sesama manusia.
Setiap dari kita pasti sepakat. Jika menilai kedekatan antara rekan
kerja, teman, sahabat, keluarga, semakin besarnilai kedekatannya maka
akan semakin tidak enak terasa tegurannya, entah semakin keras, atau
semakin dalam. Itulah mengapa, kita akan lebih mudah ‘pundung’ atau
‘menggerutu’ ketika orangtua kita atau sahabat menegur kebodohan yang
kita lakukan. Kabar buruknya, terkadang hal itu membuat hubungan menjadi
tegang. Kabar baiknya, selama teguran itu tidak dilakukan di depan umum
alias hanya melibatkan kedua belah pihak saja, itu berarti teguran yang
terjadi adalah implementasi daru kasih sayang atau kepedulian. Dengan
kata lain, hubungan yang menegang pun sifatnya hanya sementara.
Akan tetapi, ternyata banyak sekali orang yang tidak memahami hakekat
ini. Emosi yang tidak stabil, ego ke’aku’an yangbegitu yangbegitu
tinggi menjadikanteguran itu sebagai bom perusak hubungan yangamat
dahsyatr. Sehingga tidak sedikityang menjadikan momen untuk memperbaiki
diri itu sebagai saat-saat untuk meningikan ego ke’aku’annya. Haha. Saya
bicara seperti itu karena saya pernah berada di posisi itu.
Saya sangat suka sekali, kepada mereka-mereka yang bisa menegur
dengan bijaksana. Tanpa melibatkan emosi, menggunakan diksi yang sesuai,
tahu apa tujuan dari teguran tersebut. Lalu, kembali tersenyum seakan
kesalahan itu tidak pernah terjadi. Namun, saya lebih kagum kepada mereka yang tetap tersenyum,
berterima kasih, bahkan mengakui kebenaran di balik teguran itu dengan
hati lapang. Lalu, memutuskan untuk merubahnya meski pun perlahan.
^^
karena manusia adalah ladangnya dosa dan khilaf
mari saling mengingatkan dalam kebaikan. :D
0 comment :
Post a Comment