Perkembangan dunia entertainment semakin mewabah di setiap stasiun televisi yang ditonton oleh ribuan anak dan pemuda Indonesia dewasa ini. Globalisasi era semakin memperluas hal yang sering disebut kreativitas anak bangsa tersebut. Beragam aliran musik dari Rock, R n B, Pop, dan kontemporer menambah daftar list keseharian dunia nyanyian pembawa kesia-saain. Beragam controversial dunia hiburan dari mulai berita entertainment hingga film layar lebar vulgar yang tak pernah bosan muncul, mulai menghantui hati para orantua yang memiliki putra dan putri yang bagi mereka termasuk dalam pecandu film layar lebar. Akan tetapi, di dunia yang bagi kebanyakan orang adalah dunia gemerlap dan bagi segelintir orang merupakan dunia gelap tersebut, masih ada segelintir cahaya yang meski tidak banyak, tetapi dapat sedikit menjadi penutup luka dari kerusakan-kerusakan yang muncul di permukaan.
Dalam Indonesian Movie Award, rabu 5 Mei 2010 lalu, seorang muslim memunculkan sebuah kata yang tak pernah muncul di atas panggung megah bertabur gemerlap itu. Kata itu adalah “Dakwah”. Kata yang diucapkan sembari memegang erat sebuah tropi yang tak pernah sebelumnya terserahkan pada orang seperti dirinya. Pendatang Pria Terbaik, kata tropi itu. Tak lama setelah itu, seorang muslimah tanpa lekukan tubuh yang berjalan terbalut kain seutuhnya, yang begitu kontras dengan ‘muslimah’ lain dengan warna kulit yang terlihat cerah datang pula ke atas panggung tersebut untuk menerima penghargaan yang serupa. Secercah cahaya di dunia yang gelap ternyata tak hanya dimunculkan oleh Film Fenomenal “Ketika Cinta Bertasbih”. Andrea Hirata yang mengharumkan “Laskar Pelangi” dalam novelnya, “Emak Naik Haji” dengan sentuhan kasih sayang yang kental, “Sang Murobi” yang walaupun hanya beredar di segelintir kalangan, serta beberapa deret perfilman lainnya memperkenalkan kepada dunia gelap tersebut tentang islam yang sesungguhnya.
Perlu sangat disadari bahwa pengaruh dunia entertainment terhadap moral bangsa ini sangatlah kuat. Dengan semakin mudah teraksesnya dunia maya, semakin tingginya teknologi informasi dan komunikasi, maka harus semakin kuat implementasi fiqh kontemporer para da’I dan da’iah yang berada di tengah-tengah masyarakat global.
Peran wanita dalam dunia entertainment merupakan kontroversial terbesar dalam sejarah. Seorang komposer yang lepas jilbab karena alasan yang tidak masuk akal, wanita setengah pria yang bangga dengan kondisinya, umbar aurat dan vulgarisme sudah menjadi hal yang biasa. Lalu di manakah wanita-wanita berakhlak mulia?
Wanita-wanita berakhlak mulia tidak pernah menyampaikan keindahannya dengan lenggokan indah di atas panggung yang megah. Tidak juga mereka mengumbar cantik parasnya dengan memberikan senyum menggoda di layar kaca. Tak kenal pernah kenal mereka dengan nyanyian mendayu yang dapat membuat luluh siapa pun yang mendengar, bahkan mengaji pun tak pernah didengarkannya kepada umum.
Kata orang, wanita-wanita berakhlak mulia itu tak mengerti perkembangan zaman, tertutup dari dunia luar, dan selalu kaku. Tak akan pernah berhasil menyampaikan kepada dunia nilai-nilai yang mereka anut itu karena mereka tak pernah bisa muncul di publik dengan kemampuan mereka. Orang-orang juga berkata, wanita-wanita tersebut, tak pernah kenal dan tak akan mau tahu dengan seni dan budaya Indonesia.
Seni adalah sesuatu yang indah, diciptakan oleh Sang Pencipta bukan untuk disalahgunakan, melainkan untuk dijadikan sarana agar hidup ini lebih berwana-warni. Agar setiap ilmu tersampaikan dengan menyenangkan kepada masyarakat. Wanita-wanita berakhlah mulia mengerti hal itu. Di saat wanita-wanita Indonesia lain sibuk mencari popularitas di dunia gemerlap dan meracuni setiap pemikiran khalayak umum, maka wanita-wanita berakhlak mulia itu menciptakan seni mereka sendiri. Seni berbicara tanpa harus mendayu tetapi tetap dapat mempengaruhi orang lain, seni berakting tanpa harus berikhtilat, berkhalwat, apalagi berpegangan tangan. Banyak di antara mereka yang berkreasi lewat tulisan, dan nama-nama seperti Afifah Afra, Asma Nadia, menambah deretan sastrawati Indonesia dengan karya-karya yang menakjubkan.
Katanya pula, bangsa Indonesia pun masih memiliki budaya-budaya dengan kehidupan wanita tanpa busana, Bali dan Papua katanya? Lalu apakah tak boleh kita hias budaya itu menjadi lebih indah? Dengan muslimah-muslimah yang indah aklahknya, menghiasi seni dan budaya kita? Mengajarkan kepada anak-anak Indonesia betapa berharganya warisan bangsa, bukan membiarkan mereka terpaku pada dunia hiburan yang semakin menyesatkan?
Muslimah Indonesia ada bukan untuk tampil vulgar di layar kaya maupun panggung megah. Setiap dari mereka berperan besar dalam memperlihatkan kepada dunia, betapa tingginya nilai negeri kita, dengan beragamnya budaya, tingginya kreativitas anak bangsa, dan mulianya akhlak para wanita. Karena, seni itu hal yang indah bukan?
0 comment :
Post a Comment