Agar aku
memiliki pernikahan yang sakinah, ternyata bukan hanya mimpiku. Pernikahan dan
rumah tanggaku adalah mimpi dan doa yang senantiasa dipanjatkan Mama di dalam
doanya sehabis sholat, hingga dibawa doa itu sampai ke masjidil haram. Kisah
pernikahan Mama dan Papa yang menyisakan luka seakan menjadi motivasi untuk doa
itu agar tidak pernah terputus.
Mama dan Papa bukanlah
orangtua yang mengajarkan dengan komprehensif tentang menjaga sesuatu hal yang sensitif
bernama perasaan. Pelajaran mengenai hati, aku belajar sendiri. Tanpa arahan.
Harus berkali kali jatuh dan merasakan sakit untuk tahu bahwa yg aku lakukan
salah. Tapi Allah selalu punya rencana untuk setiap rasa sakit yg aku rasakan.
Seperti saat aku
patah hati dulu, aku belajar semua hal tentang kecewa, sakit hati, hancur,
terpuruk, kehilangan harapan yang bercampur aduk dalam satu penyesalan yang mendalam.
Aku tidak pernah merasakan luka sebesar itu dalam hidupku, pun jika dibandikan
saat Mama pergi dari rumah dulu. Masa-masa itu adalah masa masa terpenting
dalam hidupku tentang menata hati. Aku pernah berada di titik, menuntut Allah
agar rasa sakit itu tidak kurasakan sendiri. Tapi aku salah. Allah punya rencana
luar biasa yang menghapus rasa sakit itu hingga tak bersisa.
Rencana itu
adalah tentang pertemuanku dengan komunitas luar biasa bernama AADT. Komunitas besutan
teman baikku yang juga merupakan mantan wapresma UI. Teman-teman yang mengajarkanku
arti berjuang bersama pendakian yang menyenangkan. Aku bertemu dengan
teman-teman lamaku; sahabatku saat kuliah, teman sekelas saat SMP, juga sahabat
baikku saat SMA. Aku juga bertemu dengan teman-teman baru yang hingga kini
menjadi sahabat yang saling merindu. Bersama mereka aku kembali mencicipi
manisnya persahabatan. Bersama mereka, aku belajar untuk merayakan luka. The past is not to be forgotten, just to be
forgiven.
Rencana itu juga
tentang pertemuanku dengan seorang teman di AADT, yang membawaku pada
pekerjaanku saat ini. Pekerjaan yang paling lama bertahan sepanjang sejarah
karirku setelah melalui 4 kali ganti pekerjaan dalam waktu setahun.
Rencana itu juga
tentang keberanianku mengadakan perjalanan bersama teman-teman baikku setelah
mencicipi serunya pendakian bersama AADT. Yang karena perjalanan itu, bukan
hanya aku, tapi mereka pun bertemu dengan takdirnya masing-masing.
Yang terindah,
rencana itu adalah tentang pertemuanku dengannya…..
Aku berkenalan
dengannya pada 13 desember 2013. Itu adalah hari pertamaku bekerja di kantor
baru. Dan pada sore harinya, aku dan teman-temanku akan melakukan perjalanan ke
Gunung Prau. Dia menggantikan salah satu teman yang tidak jadi berangkat dengan tiba-tiba. Terasa mengejutkan karena
ternyata dia bekerja di gedung yang sama denganku. Kami pun berkenalan.
Tapi… apakah itu
benar-benar pertemuan pertama kami?
Ternyata tidak.
Bahwa jauh sebelum kami saling mengenal, kami pernah duduk bersama di sebuah
forum bernama Student Leadership
Development Program saat SMA dulu. Dia pernah datang ke sekolahku untuk
mengikuti rapat kerja bersama teman-teman IKRAR. Kami berada di ruangan yang
sama saat masa perkenalan mahasiswa baru. Kami pernah berada di tempat yang
sama saat aku mengunjungi wisuda sahabarku yang juga ternyata adalah
sahabatnya. Dia pernah datang ke hari di mana aku diwisuda untuk mengucapkan
selamat pada sahabatnya yang di wisuda yang juga merupakan sahabatku. Aku
mengenal semua teman dekatnya. Aku bahkan mengenal semua teman yang dia sebut
sebagai teman-teman kosannya.
Aku merasa
seperti… Allah menyembunyikan ia dari penglihatanku selama bertahun tahun.
Allah membiarkan aku menata hatiku. Allah menuntunku untuk belajar dengan baik
tentang menjaga perasaan. Allah tidak mengizinkan kami bertemu meski kami
puluhan kali berada di tempat yang sama. Meskipun ternyata kami berada di
lingkungan pertemanan yang sama sejak sekolah menengah. Meskpun kami berada di
kota bahkan kecamatan yang sama. Bahkan kami pernah berada di grup whatsapp yang sama.
Saat bertemu
pertama kalinya, kami tidak langsung saling jatuh cinta dan menikah seperti
kisah di layar kaca. Tidak. Aku diizinkan oleh Allah untuk kembali belajar
tentang keikhlasan. Allah membuatku berkelana dalam pencarian dan penantian,yang
berliku. Dia pun harus berjalan ke arah yang berbeda hingga akhirnya berputar
haluan. Hingga akhirnya aku berada pada titik ikhlas atas rencana yang Allah siapkan
untukku.
Aku sebelumnya meragu pada proses taaruf, meragu tentang berkenalan dengan orang yang sama sekali tak kukenal, meragu pada berbagai kriteria yang kutuliskan yang sepertinya sulit untuk dipenuhi, aku bahkan meragu pada diri sendiri. Tapi kemudian aku tiba di satu titik di mana aku bertemu dengan keikhlasan dan menghapus semua keraguan itu. Aku berkata pada diriku bahwa aku siap dengan sebuah rimba bernama taaruf. Aku mengatakan pada murabiyah bahwa aku siap dikenalkan dengan pilihannya, meski pun aku tak kenal, meskipun jauh dari kriteria yang kuinginkan.
Aku sebelumnya meragu pada proses taaruf, meragu tentang berkenalan dengan orang yang sama sekali tak kukenal, meragu pada berbagai kriteria yang kutuliskan yang sepertinya sulit untuk dipenuhi, aku bahkan meragu pada diri sendiri. Tapi kemudian aku tiba di satu titik di mana aku bertemu dengan keikhlasan dan menghapus semua keraguan itu. Aku berkata pada diriku bahwa aku siap dengan sebuah rimba bernama taaruf. Aku mengatakan pada murabiyah bahwa aku siap dikenalkan dengan pilihannya, meski pun aku tak kenal, meskipun jauh dari kriteria yang kuinginkan.
Dan di saat
ikhlas itu datang, dia pun datang padaku seperti kejutan. Pernikahan kami
adalah kejutan bagi banyak orang. Bagi teman-teman kantor (karena perusahaan
kami adalah mitra), murobiyahku (karena
suaminya adalah teman baik di komunitas si dia), teman-teman seperjalanan,
teman-teman kuliah, bahkan teman-teman SMP dan SMA yang ternyata masih satu
lingkaran pertemanan dengan kami. Kami menikah….atas rencana Allah, dengan
konspirasi semesta, melalui perantara banyak tangan. Yang istimewa adalah,
perjalananku tidak hanya mempertemukanku dengannya, tapi juga mempertemukan
teman-temanku yang lain dengan jodohnya. Dua sahabat yang kuajak bersama dalam
perjalanan ke Gunung Prau, saat ini menikah dengan orang yang melakukan
perjalanan yang sama. Rencana Allah begitu sempurna bukan?
Aku masih
ingat tentang pertanyaan yang Mama titipkan saat ia dulu ingin melamarku.
"Mama sih setuju, tapi
tolong ditanyain, apa dia gapapa dengan kondisi keluarga kita? Kalau dia gak
masalah, mama setuju aja".
Sesederhana itu persyaratan Mama. Tidak bertanya tentang pekerjaannya apa, orangnya bagaimana, latar belakangnya seperti apa. Mama hanya peduli tentang "apakah dia tidak masalah dengan kondisi keluarga kita?".
Ada haru yang menyelinap jika mengingat masa masa mempersiapkan pernikahan dulu.
Sesederhana itu persyaratan Mama. Tidak bertanya tentang pekerjaannya apa, orangnya bagaimana, latar belakangnya seperti apa. Mama hanya peduli tentang "apakah dia tidak masalah dengan kondisi keluarga kita?".
Ada haru yang menyelinap jika mengingat masa masa mempersiapkan pernikahan dulu.
Dear Abi,
Aku tidak pernah tahu, seperti
apa pernikahan yang sakinah itu, karena aku tidak besar di keluarga sebahagia
itu. Tapi, kemudian kamu datang, bersama doa Mama, tentang pernikahan yang
sakinah. Dan aku merasakannya bahkan hingga hari ini, sakinah bersamamu.
Terima kasih, karena pernah memperkenalkan diri pada Desember 2013 lalu, aku yang saat itu tidak pernah tahu bahwa pria tidak kukenal (yang honestly cukup ganteng :P) itu, saat ini menjadi laki laki yang pada ridhonya ada ridho Allah yang kelak membawaku ke syurga.
.