Teringat kata-kata Bu Nuk saat aku menyampaikan keinganku untuk
melanjutkan studi. Bu Nuk adalah General Manager Divisi Pendidikan
Dompet Dhuafa sekaligu ‘ibu’ nya anak-anak beasiswa aktivis. Kalau
diomelin beliau itu, rasanya bukan kesel atau pun menyesal, melainkan
rasa senang yang muncul akibat aura kasih sayang yang tulus beliau
kepada kami semua.
Ketika itu, aku cerita ke Bu Nuk tentang keinginanku untuk lanjut
studi. Di luar dugaan, bukannya mensupport habis-habisan, aku malah kena
omel. Bukan.. bukan karena lanjut studi itu tidak bagus, tapi karena
orientasiku tidak jelas. Hal ini juga yang sepertinya membuat assestment
ku bersama tim Mas Romy dan Mas Fachri agak berantakan.
“Saya rencana mau S2” sampai sini belum ada masalah……
“Tapi memang saya gak berminat jadi dosen atau konsultan, atau
sejenisnya” dan ketika statementent ini keluar barulah omelan demi
omelan, nasehat yang panjang secara bertubi-tubi keluar dari mereka (di
tempat dan waktu yang berbeda).
Bukan pilihan yang bijak katanya, melanjutkan S2 sebagai fresh
graduate dengan tujuan profesional ataupun bisnis. Akan jauh lebih bijak
jika mengenal dunia luar terlebih dahulu lalu kembali melanjutkan studi
yang berhubungan dengan dunia profesional yang kita geluti. Lebih
bijak, lebih dihargai, dan trade record nya lebih jelas.
Hmmmm….. aku mendengarkan dengan seksama penuturan yang kurang lebih
redaksinya seperti itu dari mas Romy dan mas Fachri saat assessment
Beasiswa Aktivis. Apalagi aku menyampaikan bahwa menjadi pengusaha
adalah mimpi besarku, dan masuk ke dunia profesional menjadi star up nya
(aneh sih, tapi aku punya alasan khusus soal ini. Sama sekali tidak
berpikir untuk menjadi akademisi dan mengabdi pada kampus. No, it’s not
my style.. :)
“Saya hanya ingin belajar mas. Pengen banget ngerasain duduk manis di
kelas, mendekam di perpustakaan, benar-benar belajar dan hanya belajar”
tuturku pada mas Fachri dan mas Romy
“Lanjut studi, bukan menjadi jalan menuju mimpi besar saya. Ia hanya
keinginan saya. Sebagaimana seorang anak kecil yang menginginkan pergi
ke Taman Bermain yang belum pernah dikunjungi. Perihal setelahnya akan
jadi apa, atau bagaimana, Saya siap jika harus memulai dari 0 lagi. Saya
ingin berkarya sebagai pembelajar, karena 4 tahun di kampus, saya lebih
banyak belajar hal-hal di luar akademik” tuturku kembali dan aku sangat
mengerti bahwa mereka tidak mengerti.
Yang membuatku tersentil adalah ketika kusampaikan hal serupa pada bu
Nuk, dia menanyakan, apa bedanya dengan lanjut studi setelah bekerja.
Jawabanku adalah jawaban yang sangaaat realistis. “Kalau sudah
bekerja, takut malas bu, keburu sibuk ngurus keluarga, malah gak
kesampaian”…dan kata-katanya saat itu masih terngiang-ngiang sampai hari ini…
“
Belajar itu, tidak mengenal batas waktu, batas usia”.
Kata bu Nuk menyampaikan ketidaksepakatannya. Bu Nuk juga menyampaikan
tentang semangatnya yang masih belajar bahasa inggris di usianya saat
ini.
Ah… Belajar.
Kalau ingat percakapan-percakapan dengan mereka dahulu, aku jadi
mengerti. Untuk belajar pun harus ada tujuan yang jelas. Untuk belajar
pun, harus ada strategi. Tidak harus lanjut studi, kita bisa belajar di
mana pun.
Ya… tidak harus lanjut studi.
Hampir saja menyerah untuk meletakkan lanjut studi sebagai rencana
prioritas. Sudah akan bergerak menjadi jobseeker, dan terjun ke dunia
profesional, kembali ke tanah Jakarta, berjuang untuk menyejahterakan
diri dan keluarga. Pikirku, mungkin di tengah jalan nanti akan ditemukan
kembali jalan menuju tujuan itu. “
Mungkin”, tidak ada rencana apa pun di dalamnya, hanya mengandalkan asas “
lihat saja nanti”.
Dan benar sekali, setelah S2 aku mau ke mana? Jadi dosen? Atau bersaing
dengan lulusan S2 lainnya yang telah memiliki pengalaman kerja di dunia
profesional? Kedua pilihan itu bukan pilihan yang bagus buatku.
Tapi kemudian, sebelum sebuah kesempatan datang, seseorang berkata…..
“
Kuliah S2 bukan hanya untuk jadi dosen, itu bentuk investasi ilmu di masa mendatang, insyaAllah manfaatnya besar nanti”
terpengaruh oleh kata-kata mas Romy dan mas Fachri, aku lupa hakikat sesungguhnya dari belajar, yaitu
menuntut ilmu.Tapi
bukan berarti aku tidak sepakat dengan mereka. Aku hanya perlu
meluangkan sedikit waktu untuk berpikir, dan tentu saja berdoa, menyusun
kembali rencana hidup agar aku tidak hanya bisa menjadi seorang
pembelajar yang baik, tetapi juga bisa menjadi seorang pemberi manfaat
atas ilmu yang dipelajari.
Dan…. insyaAllah jalan itu sudah ditunjukkan. Tinggal bersiap-siap untuk berusaha lebih keras lagi.^^.
Terima kasih, untuk mereka yang mengajarkanku untuk menjadi seorang pembelajar sejati. :)