Sesuatu itu Bernama Hati




Sesuatu itu bernama hati.

Tidak berwujud tidak berbentuk. Ia berada menyatu begitu saja dengan tubuh. Menghubungkan otak,jantung,pembuluh darah dan organ kinestetik luar. Beberapa berpendapat bahwa hati mungkin saja jantung. Mungkin karena ia dekat dengan kehidupan.

Tapi... hati lebih dari sekedar detakan yang membentuk irama. Hati bukan hanya gumpalan daging yang berwarna. Ia berada jauuuh.... di sisi terdalam manusa. Dekat dengan naluri.

Kita tidak bisa melihatnya. Tapi bisa merasakannya. Hati melahirkan kasih sayang,simpati,kepedulian,dan semangat. Melalui hatilah, Tuhan selalu berbicara dengan kita. Saat tak ada hijab antara hati kita denganNya... saat itulah hati kita selalu dipenuhi olehNya.

Tapi....hati ibarat mutiara indah yang berada di dunia luar. Ia begitu mudah untuk ternoda. Terkadang ia sakit,oleh ulah dari yang namanya iri,dengki,dendam. Sering sekali ia lusuh karena debu debu prasangka yang selalu hadir. Bahkan banyak yang menghitamkan hatinya sehingga tak bisa sama sekali dirasakan keberadaannya.

Hati juga sangat rapuh, bagaikan gelas berlian yang mudah pecah. Tidak ada hal sebaik keimanan yang bisa menjaganya. Saat iman lemah,ia akan mudah untuk patah bahkan ternoda.

Tuhan menciptakan hati yang begitu mudah ternoda bersamaan dengan Taubat sebagai pencucinya. Hati bisa kembali bersih dan selalu bersih dan semakin bersih. Bahkan.... Taubat lah yang bisa menguatkan kembali hati yang retak.

30 Maret 2013
00.16 a.m

Mendefinisikan Karakter



Sangat lucu saat membuka ratihkumaladewi.blogspot.com, penasaran dengan orangnya seperti apa, lalu membuka link "about me" dan menemukan tulisan Ratih 5 tahun lalu. Buat orang yang baru mengenal saya, pasti terkejut saya bisa menulis seperti itu. Buat orang yang sudah lama mengenal saya, so pasti tidak heran kan.. :)

Saya tidak selamanya menjadi anak kecil yang polos, yang tertawa riang saat bahagia, dan nangis bombay lebay di kala sedih. Seorang sanguinis pun memiliki kewajiban untuk menjadi dewasa. Cita-cita saya saat masuk kampus adalah menjadi wanita anggun. haha. #seriously. Kesampaian? Hampir, saat di tingkat empat, kalau saja saya tidak bertemu dengan anak-anak usil yang sampai hari ini mewarnai kehidupan saya dengan persahabatan mereka.

Dulu saya pernah berpikir, menjadi orang sanguinis itu tidak keren. Coba liat orang-orang Melankolis, hidup mereka tertata rapi seperti buku agenda. Coba lihat orang-orang korelis, kemampuan mereka memimpin dan membuat keputusan seperti singa. Coba lihat orang-orang plegmatis, hidup mereka damaiii sekali. Bandingkan dengan kami, para sanguinis, tim hore yang lebai. Tapi kini saya sadar, karakter manusia tidak sesederhana itu. Tidak selamanya seorang Ratih adalah seorang sanguinis. Kalo kamu pernah baca puisi-puisi yang saya buat, kamu akan percaya bahwa saya ini adalah melankolis sejati, karena melownya total sob! hehe. Kalau kamu pernah lihat saya memimpin anak-anak saat di MPKMB, atau MPF, kamu pasti percaya bahwa jiwa korelis saya ni lumayan laaah. Kalau kamu pernah terlibat dalam penyelesaian masalah pertikaian antar teman bersama saya, kamu pasti percaya saya ini cinta damai.. #peace, plegmatis asli kan. :) 

Mendefinisikan karakter itu menjadi hal yang harus kita lakukan minimal ketika wawancara kerja. Pertanyaan.. "jelaskan kelebihan dan kekurangan kamu", itu ternyata bukanlah sekedar pertanyaan. Banyak orang yang baru sadar bahwa mereka tidak mengerti jawaban atas pertanyaan itu. Termasuk saya. Hehe. Saya ini orang yang sangat jago diplomasi jawaban (bahasa kerennya "ngarang"). Bisa jadi jawaban2 tentang "siapa saya" yang saya utarakan saat wawancara kerja hanyalah jawaban diplomatis semata.. bisa jadi. Bisa jadi benar, bisa jadi... sedikit benar (karena saya tidak  berbohong loh. Hehe).

Setiap dari kita memiliki gaya yang berbeda dalam mendefinisikan karakter. Ada yang menjelaskan dengan sistematis, ada yang menjelaskannya dengan penuh ketegasan, ada yang menjelaskannya datar datar saja, ada yang menjelaskannya dengan sangat abstrak. Hei...bahkan cara kita mendefinisikan karakter secara tidak langsung telah menjelaskan karakter kita.

Baiklah.....bagaimana kalau kita sepakati, tak usahlah repot repot mendefinisikan karakter. Berhentilah di titik di mana kita cukup memahami cara menghadapi diri sendiri. Karena, dibandingkan mendefinisikan karakter yang tak jelas sitasinya, memahami diri sendiri dengan baik sudah lebih dari cukup. :)

Selamat belajar mengenal diri sendiri, seperti saya yang masih mencari jawaban terbaik untuk "siapa saya?"