Cantik

Aku suka sekali menjadi cantik. Menjadi seperti mereka yang berpose indah di layar kaca. Bukannya dunia memuji mereka? Dengan gaun indah bertabur emas, wajah mulus dengan pipi merona. Tidak ada orang yang tidak suka kecantikan. Banyak wanita yang rela melecetkan kaki, menambah beban muka dengan make up, berjam-jam di depan kaca, hanya demi ‘terlihat cantik’. Ya, banyak wanita, dan mungkin juga aku. Apalagi jika semua pengorbanan itu dibalas dengan pernyataan “wah..kamu cantik ya”. Percayalah, tidak ada wanita yang tidak suka dipuji kecantikannya. Termasuk aku, dan mungkin juga kamu. Kecantikan itu adalah sesuatu yang indah.

Tetapi, persepsi cantikku kini sudah bergeser. Setelah aku menyadari, bahwa saudar saudari ku yang cantik itu, justru mengurangi kecantikan mereka dengan ‘perlengkapan cantik’ mereka. Sungguh, lalu aku pun membandingkan diriku sendiri.

Ya, dear all girls in the world, ternyata bukan sepatu tinggi, baju modis, make up tebal, atau aksesoris mahal yang membuatmu cantik. Aku baru sadar, bahwa yang membuat wanita cantik itu adalah senyuman mereka. Senyum yang tulus, senyum yang apa adanya, dengan atau tanpa gincu. Yang membuatmu cantik adalah, wajah cerahmu yang memancarkan aura kebahagiaan, yang mungkin tidak akan terlihat karena dandanan yang tebal itu. Yang membuatmu cantik adalah, mata indahmu, yang memancarkan impian, ia terlihat begitu bersinar, bukan mata yang tertutupi soft lense, eyeshadow dan maskara.

Tahukah kamu? Cantik itu sangat sederhana. Bukan menjadi cantik yang membuatmu bahagia, tetapi kebahagiaan dan rasa syukurlah yang menjadikanmu cantik. Tidak masalah jika kamu tidak mengikuti trend dan mode, kamu akan tetap cantik dengan segala kesederhanaanmu.
Apalagi, jika kamu selalu memanjakan wajahmu dengan siraman air wudhu, dan doa. Kecantikanmu akan berlipat lipat……

Aku suka menjadi cantik. Tapi kini aku tidak pusing lagi dengan kecantikan, karena kesederhanaan, adalah kecantikan yang paling indah. :)

Belajar Merawat Indonesia


Belajar Merawat Indonesia.

Aku jatuh cinta sejak pertama kali mendengar judul buku yang berisi kumpulan tulisan tulisan saudara2 ku di Beasiswa Aktivis Nusantara ini. Nama BMI menjadi tagline yang benar-benar pas tidak hanya untuk kami, BAKTI NUSA Dompet Dhuafa, tetapi juga untuk para aktivis di bumi nusantara ini.

Well, mungkin selama ini kita terlalu sombong, mengatasnamakan bangsa untuk mengoreksi semua hal yang dilakukan pemerintah. Berkedok mahasiswa, bermodalkan almamater dan idealisme, lalu datang ke Jakarta dengan berbagai macam tuntutan di aksi jalanan. Ya, padahal kita masih bermasalah dengan nilai akademik yang tak kunjung membaik. Atau mungkin kita, masih menemui masalah dengan profesionalisme di dalam organisasi kita sendiri. Atau bahkan kita, yang pandai mengoreksi ini bahkan ternyata tidak pernah menyadari ada tangisan2 yang selalu mengiringi di setiap langkah kaki menuju kampus. Tangisan dari mereka yang kelaparan, dan kita tidak menyadari. Ya, mungkin kita terlalu sombong jika berpikir bahwa kita berhak untuk menuntut presiden untuk turun. Atau mungkin terlalu tinggi nama “agent of change” yang selama ini kita banggakan. Kalau status mahasiswa itu sudah berakhir, masih pantaskah gelar agen perubahan disandang? Atau kita hanya akan menjadi kumpulan manusia pencari nafkah yang hanya peduli dengan masa depan diri sendiri? Entah.

Tapi, pembelajaran yang penting yang kudapatkan dari “Belajar Merawat Indonesia” adalah, kita bisa jadi terlalu sombong mengatasnamakan perubahan untuk mengoreksi negri, padahal ilmu yang kita pelajari belum tentu lebih tinggi dari mereka yang duduk di kursi pemerintahan. Atau, kita bisa jadi terlalu tinggi menilai diri sebagai agen perubahan padahal untuk merubah kebiasaan jelek sendiri saja belum tentu mampu.

Namun, kupikir.. siapa pun kita, sebodoh apa pun kita, kita berhak dan berkewajiban untuk hal ini : “merawat Indonesia”. Ya.. aku tahu. Mungkin kita belum menjadi perawat yang handal, masih jauh untuk itu. Untuk merawat Indonesia yang tengah sakit ini, kita yang sekarang belum tentu mampu. Terlalu berat kawan. Tapi kita bisa, pasti bisa, karena semua hal yang kita lakukan bersama almamater ini, semua diskusi, semua karya, semua aksi, dan semua prestasi kita.. tidak lain dan tidak bukan adalah persembahan berharga untuk tanah air kita tercinta, sebagai usaha kita dalam Belajar. Ya…. Belajar Merawat Indonesia…

“HIDUP MAHASISWA” “HIDUP PEMUDA INDONESIA”
(btw, aku emang udah bukan mahasiswa. Tapi akan insyaAllah. hehe)

Tentang Lumba lumba

Tulisan ini ditulis setelah mendengar cerita temen gue tentang liburannya ke Killuan Dolphin Bay. Buat Sarah, kapan2 lo harus ke sana lagi ngajak gue ya!!!. hehe

Gue gak pernah habis pikir apa yang cewek2 suka dari boneka lumba-lumba. Emang sih, mukanya lucu. Tapi apakah mereka tahu? kalo aslinya lumba-lumba itu warnanya bukan biru apalagi pink. Tapi abu-abu. Gak ada lucu-lucunya. Gak bisa diajak maen, apalagi dipelihara. Kalo soal lucu, buat gue masih lebih lucuan kucing. Yes absolutely.. Kalo pun ada hewan lain yang lebih lucu dari kucing, mungkin Panda kali ya. Gendut gendut gimanaa gitu. Apalagi bayi panda, ngegemesin banget. Jauh lebih lucu ketemu hewan aslinya daripada sekedar boneka yang cuma bisa dijadiin pajangan.

Ya, yang tergila-gila pada boneka lumba-lumba berwarna biru salah dua di antaranya adalah adek gue, si sipa, sama sahabat gue, enung. Kalo kasih kado ke mereka gak susah. Cari aja boneka lumba lumba, nanti mereka juga bahagia. haha.

Itu adalah pemikiran gue dulu. Meski lumba-lumba sering dikisahkan sebagai ikan yang baik di berbagai film, buat gue biasa aja. Soal ikan, mungkin gue lebih suka ikan paus, karena lebih gede dan lebih keren. Apalagi ikan paus yang di film free willy itu. Keren abisss.

Tapi…… percaya atau nggak. Gue pada akhirnya pun jatuh cinta pada pada lumba-lumba. Bukan.. bukan karena melihat kecerdasan mereka saat main di gelanggang samudera. Bukan juga pas ngeliat mereka main di beberapa film kartun. Bukan juga karena lucunya boneka lumba-lumba yang dipasarkan di mana-mana (bagi gue itu lebih terlihat sebagai ulekan dikasih mata dan diwarnain).

Yup, gue bener-bener jatuh cinta ketika lihat sendiri sekawanan lumba-lumba muncul dari bawah permukaan laut lalu mengantar kepergian gue dan temen-temen ke perjalanan pulang menuju Jepara. Mereka melompat dengan sangat indahnya. It was totally Awesome!!!! Menurut gue itu super keren.

Jadi, pandangan gue terhadap lumba-lumba itu berubah. Meskipun gue tetep berpikir bahwa boneka lumba-lumba itu lebih mirip ulekan dikasih mata dan diwarnain, tetapi gue jadi suka. Setiap lihat boneka lumba-lumba, gue selalu inget sama lumba-lumba di laut lepas. Yup.. ternyata, jauh lebih bahagia melihat mereka berenang dan bermain bebas di lautan dibandingkan melihat mereka beratraksi di Gelanggang Samudera.

Semoga bisa lihat lagi….. :)

Tentang ikhlas


Satu lagi pelajaran tentang ikhlas.

Mungkin kamu pernah mengalaminya… meski duluuu sekali. Seseorang bisa saja tidak menyukaimu baik itu karena kesalahanmu atau karena ketidaktahuan mereka tentang dirimu. Seseorang bisa jadi menghujatmu. Entah itu terang2an di depanmu, atau di belakangmu dan kau tak sengaja mengetahuinya.

Ah.. jangankan kamu, manusia dengan segudang dosa. Rasulullah saja mengawali dakwahnya dengan dicaci,dimaki, dan dihujat oleh banyak orang. Jadi, apalagi kamu.

Ya.. aku tahu. Dulu.. kamu mungkin membalasnya. Kemandirianmu mengajarkanmu untuk tidak membiarkan seseorang menjatuhkanmu. Salah satu cara untuk bertahan hidup, pikirmu.
Tapi itu dulu… sebelum kamu kenal konsep ikhlas dari Rasulullah, sebelum kamu belajar indahnya dakwah Rasul dalam Shirah. Bahwa, membalas itu bisa saja dilakukan, tetapi memaafkan itu sesungguhnya lebih baik bagimu.

Maka… tersenyum, ikhlas, dan tetaplah melangkah.

Allah tahu, bahkan lebih mengetahui.. jumlah air mata dan tetes keringat yang kamu keluarkan dalam proses mencari Ridho-Nya.

Tentang Amanah


“Sebuah tanggung jawab”, itulah jawaban kebanyakan orang ketika ditanya mengenai amanah.
“Sesuatu yang bisa jadi mengantarkan kita ke surga, atau menjerumuskan kita ke neraka”, beberapa menjawab seperti itu. Ya… itu juga benar.
Orang yang mengetahui besarnya konsekuensi di balik amanah (terkait posisi/jabatan) tidak akan pernah memintanya. Tapi.. hidup tanpa amanah pun bukan pilihan yang bagus juga. Selama ini, orang melihat sesuatu bernama amanah sebagai sesuatu yang begitu rigid. Tidak sedikit yang menyikapinya dengan tidak bijak. Sehingga hal-hal bernama keluhan, berat hati, kecewa, sedemikian serinh terjadi.

Ya….begitu banyak sudut pandang terhadap dunia, banyak pula sudut pandang terhadap amanah.Kalo buatku, amanah tidak hanya sekedar tanggung jawab. Ia adalah bentuk penjagaan terhadap diri. Ia juga merupakan wadah pembentukan diri, dan akselerasi keahlian. Berat memang, tanggung jawab itu. Apalagi hisabnya kelak. Kalau memikirkan itu.. rasanya ingin hidup sebagai rakyat biasa saja.

Tetapi… seseorang pernah berkata :

bukan hanya sebatas jabatan/posisi baik formal atau informal yg d berikan kpd kita .. , lebih dari itu .. Amanah juga berarti kepercayaan yg Allah limpahkan kepada kita, seorang Muslim untuk senantiasa menyeru kepada kebaikan .. Dan menjadikan kita untuk terus memperbaiki diri, menjaga hati serta mendekatkan diri pada Illahi

Maka, apa pun yang tengah kita kerjakan, diminta atau pun tidak, terdapat tanggung jawab atas ilmu dan pengetahuan yang kita miliki. 

Selamat berkarya. :)

Belajar


Teringat kata-kata Bu Nuk saat aku menyampaikan keinganku untuk melanjutkan studi. Bu Nuk adalah General Manager Divisi Pendidikan Dompet Dhuafa sekaligu ‘ibu’ nya anak-anak beasiswa aktivis. Kalau diomelin beliau itu, rasanya bukan kesel atau pun menyesal, melainkan rasa senang yang muncul akibat aura kasih sayang yang tulus beliau kepada kami semua.

Ketika itu, aku cerita ke Bu Nuk tentang keinginanku untuk lanjut studi. Di luar dugaan, bukannya mensupport habis-habisan, aku malah kena omel. Bukan.. bukan karena lanjut studi itu tidak bagus, tapi karena orientasiku tidak jelas. Hal ini juga yang sepertinya membuat assestment ku bersama tim Mas Romy dan Mas Fachri agak berantakan.

“Saya rencana mau S2” sampai sini belum ada masalah……

“Tapi memang saya gak berminat jadi dosen atau konsultan, atau sejenisnya” dan ketika statementent ini keluar barulah omelan demi omelan, nasehat yang panjang secara bertubi-tubi keluar dari mereka (di tempat dan waktu yang berbeda).

Bukan pilihan yang bijak katanya, melanjutkan S2 sebagai fresh graduate dengan tujuan profesional ataupun bisnis. Akan jauh lebih bijak jika mengenal dunia luar terlebih dahulu lalu kembali melanjutkan studi yang berhubungan dengan dunia profesional yang kita geluti. Lebih bijak, lebih dihargai, dan trade record nya lebih jelas.

Hmmmm….. aku mendengarkan dengan seksama penuturan yang kurang lebih redaksinya seperti itu dari mas Romy dan mas Fachri saat assessment Beasiswa Aktivis. Apalagi aku menyampaikan bahwa menjadi pengusaha adalah mimpi besarku, dan masuk ke dunia profesional menjadi star up nya (aneh sih, tapi aku punya alasan khusus soal ini. Sama sekali tidak berpikir untuk menjadi akademisi dan mengabdi pada kampus. No, it’s not my style.. :)

“Saya hanya ingin belajar mas. Pengen banget ngerasain duduk manis di kelas, mendekam di perpustakaan, benar-benar belajar dan hanya belajar” tuturku pada mas Fachri dan mas Romy

“Lanjut studi, bukan menjadi jalan menuju mimpi besar saya. Ia hanya keinginan saya. Sebagaimana seorang anak kecil yang menginginkan pergi ke Taman Bermain yang belum pernah dikunjungi. Perihal setelahnya akan jadi apa, atau bagaimana, Saya siap jika harus memulai dari 0 lagi. Saya ingin berkarya sebagai pembelajar, karena 4 tahun di kampus, saya lebih banyak belajar hal-hal di luar akademik” tuturku kembali dan aku sangat mengerti bahwa mereka tidak mengerti.

Yang membuatku tersentil adalah ketika kusampaikan hal serupa pada bu Nuk, dia menanyakan, apa bedanya dengan lanjut studi setelah bekerja.

Jawabanku adalah jawaban yang sangaaat realistis. “Kalau sudah bekerja, takut malas bu, keburu sibuk ngurus keluarga, malah gak kesampaian”…dan kata-katanya saat itu masih terngiang-ngiang sampai hari ini…

Belajar itu, tidak mengenal batas waktu, batas usia”. Kata bu Nuk menyampaikan ketidaksepakatannya. Bu Nuk juga menyampaikan tentang semangatnya yang masih belajar bahasa inggris di usianya saat ini.

Ah… Belajar.

Kalau ingat percakapan-percakapan dengan mereka dahulu, aku jadi mengerti. Untuk belajar pun harus ada tujuan yang jelas. Untuk belajar pun, harus ada strategi. Tidak harus lanjut studi, kita bisa belajar di mana pun.

Ya… tidak harus lanjut studi.

Hampir saja menyerah untuk meletakkan lanjut studi sebagai rencana prioritas. Sudah akan bergerak menjadi jobseeker, dan terjun ke dunia profesional, kembali ke tanah Jakarta, berjuang untuk menyejahterakan diri dan keluarga. Pikirku, mungkin di tengah jalan nanti akan ditemukan kembali jalan menuju tujuan itu. “Mungkin”, tidak ada rencana apa pun di dalamnya, hanya mengandalkan asas “lihat saja nanti”. Dan benar sekali, setelah S2 aku mau ke mana? Jadi dosen? Atau bersaing dengan lulusan S2 lainnya yang telah memiliki pengalaman kerja di dunia profesional? Kedua pilihan itu bukan pilihan yang bagus buatku.

Tapi kemudian, sebelum sebuah kesempatan datang, seseorang berkata…..

Kuliah S2 bukan hanya untuk jadi dosen, itu bentuk investasi ilmu di masa mendatang, insyaAllah  manfaatnya besar nanti

terpengaruh oleh kata-kata mas Romy dan mas Fachri, aku lupa hakikat sesungguhnya dari belajar, yaitu menuntut ilmu.Tapi bukan berarti aku tidak sepakat dengan mereka. Aku hanya perlu meluangkan sedikit waktu untuk berpikir, dan tentu saja berdoa, menyusun kembali rencana hidup agar aku tidak hanya bisa menjadi seorang pembelajar yang baik, tetapi juga bisa menjadi seorang pemberi manfaat atas ilmu yang dipelajari.

Dan…. insyaAllah jalan itu sudah ditunjukkan. Tinggal bersiap-siap untuk berusaha lebih keras lagi.^^.

Terima kasih, untuk mereka yang mengajarkanku untuk menjadi seorang pembelajar sejati. :)

Tentang dakwah (sekilas....)

Tantangan terbesar dari dakwah fardhiyah ternyata bukan orang-orang yang kita kenal. Beberapa justru orang terdekat yang ada di sekitar kita baik raga maupun jiwanya, bisa jadi keluarga, bisa jadi sahabat terdekat. Kemampuan mereka mengenal kita terkadang malah menjadi bumerang tersendiri. Tapi dakwah mengenal “perjuangan tanpa henti” bukan?

Ia membutuhkan kaca untuk bercermin. Bahwa yang dibutuhkan orang-orang ternyata bukanlah retorika, melainkan aksi nyata. Mereka lebih banyak melihat dan menyaksikan dibandingkan mendengarkan. Kita tidak hidup di dunia tanpa kaca. Semua orang bercermin. Jika bukan pada kaca, mungkin pada pribadi yang ada di hadapan mereka.


Tentang teguran


Bahkan menegur pun kita memerlukan keahlian. Kenapa? Karena tidak semua orang memahami bahwa teguran adalah bagian dari kasih sayang sesama manusia.


Setiap dari kita pasti sepakat. Jika menilai kedekatan antara rekan kerja, teman, sahabat, keluarga, semakin besarnilai kedekatannya maka akan semakin tidak enak terasa tegurannya, entah semakin keras, atau semakin dalam. Itulah mengapa, kita akan lebih mudah ‘pundung’ atau ‘menggerutu’ ketika orangtua  kita atau sahabat menegur kebodohan yang kita lakukan. Kabar buruknya, terkadang hal itu membuat hubungan menjadi tegang. Kabar baiknya, selama teguran itu tidak dilakukan di depan umum alias hanya melibatkan kedua belah pihak saja, itu berarti teguran yang terjadi adalah implementasi daru kasih sayang atau kepedulian. Dengan kata lain, hubungan yang menegang pun sifatnya hanya sementara.

Akan tetapi, ternyata banyak sekali orang yang tidak memahami hakekat ini. Emosi yang tidak stabil, ego ke’aku’an yangbegitu  yangbegitu tinggi menjadikanteguran itu sebagai bom perusak hubungan yangamat dahsyatr. Sehingga tidak sedikityang menjadikan momen untuk memperbaiki diri itu sebagai saat-saat untuk meningikan ego ke’aku’annya. Haha. Saya bicara seperti itu karena saya pernah berada di posisi itu.

Saya sangat suka sekali, kepada mereka-mereka yang bisa menegur dengan bijaksana. Tanpa melibatkan emosi, menggunakan diksi yang sesuai, tahu apa tujuan dari teguran tersebut. Lalu, kembali tersenyum seakan kesalahan itu tidak pernah terjadi. Namun, saya lebih kagum kepada mereka yang tetap tersenyum, berterima kasih, bahkan mengakui kebenaran di balik teguran itu dengan hati lapang. Lalu, memutuskan untuk merubahnya meski pun perlahan.
^^
karena manusia adalah ladangnya dosa dan khilaf
mari saling mengingatkan dalam kebaikan. :D

The word of "Inspiring"


Sesuatu itu adalah sebuah “pemberian” kita untuk orang lain.
Ia tidak bisa dibeli dengan uang, lebih berharga dari gadget termahal sekali pun.
Untuk bisa memberikannya pada orang lain, dibutuhkan kesabaran, keuletan, dan kegigihan lebih dari apa pun. Hal berharga itulah yang ketika diwariskan, dia lebih kekal dibandingkan kekayaan. Sesuatu itu bernama INSPIRASI . Yang didapatkan dari cita-cita, impian, serta perjuangan dengan bumbu bernama keikhlasan, kesabaran, dan pengorbanan.



INSPIRASI. Ini adalah kesimpulan yang saya dapatkan ketika memikirkan hal bernama “Masa Depan”. Begitu banyak pilihan ternyata. Akan tetapi, seperti yang telah disampaikan sebelumnya, setiap pilihan itu memiliki konsekuensinya tersendiri. Pilihan terbanyak yang muncul dari rekan sejawat adalah mengambil dunia profesional dengan gaji yang selayaknya. Buat siapa pun itu, pilihan itu memang pilihan terbaik. Bagi orang-orang yang memang berencana berkarir di dunia profesional. Untuk mengambil pilihan itu, maka hal utama yang harus dikorbankan adalah menunda keinginan untuk melanjutkan studi sebagaiman yang tertulis dalam kertas impian.

Kebalikannya, ada juga yang menunda hidupnya menjadi kaya demi impiannya untuk melanjutkan studi. Ya… jalan yang ini juga sama tak mudahnya. Berkutat dengan dunia akademisi, menunda mimpi untuk memiliki gadget gadget dengan harga setinggi langit.

Atau, ada yang tidak memilih keduanya. Meninggalkan dunia profesional dengan gaji setinggi langit, ataupun menunda keinginan melanjutkan studi. Dunia sosial menjadi pilihan yang teramat luar biasa. Mencari kebebasan hati dengan membantu orang banyak. Bukannya tanpa upah, tapi memang bukan upah ataupun prestise yang diincarnya.

Apapun pilihan itu…….. yang saya dapatkan dari orang-orang yang menginspirasi adalah, jalani semuanya dengan penuh kesungguhan. Saat ini, kita mungkin masih tertatih dalam perjuangan yang panjang. Tidak seperti orang-orang lain, yang sudah memiliki hal-hal yang tidak kita miliki. Tapi.. siapa tahu mereka juga berpikir hal yang sama. Betapa irinya mereka dengan banyaknya senyum yang kita ukir pada hari ini. Ya, kita menginspirasi mereka, sebagaimana mereka menginspirasi kita. Tidak ada yang perlu disesali, karena setiap pilihan memiliki konsekuensinya. Suatu saat, kita dan mereka akan berada di jalan yang sama. Dan sama-sama merasakan indahnya berbagi inspirasi dengan orang banyak.

Teruslah menginspirasi, dengan jalan yang kau pilih. Apa pun jalannya. Selama yang kita jalani dipenuhi kesungguhan, cita-cita, perjuangan, keikhlasan, pengorbanan. Maka suatu saat ada hasil yang akan tertuai… hasil yang jauh lebih berharga dibandingkan kekayaan, ya… sebuah INSPIRASI.

Ditulis untuk orang-orang yang menginspirasi saya....... Terima kasih telah hadir dan memberi begitu banyak inspirasi. :)